Wajahnya beringas, matanya tajam. Kumis hitam tebal semakin membuat Sunardi (52) nampak garang. “11 tahun saya bertugas di Reserse Kriminal,” ujar anggota Polres Kota Tarakan, Kalimantan Utara ini.
Bertugas di daerah perbatasan memang tidak mudah. Kondisi geografis yang berdekatan dengan negara tetangga yakni Malaysia dan Filiphina, membuat Tarakan menjadi kota transit bagi barang haram maupun aktivitas terlarang. Akibatnya, warga kena imbas, mulai peredaran narkoba, miras maupun seks bebas.
Usai bertugas di Pos Kemananan dan Ketertiban Masyarkat (Kamtibmas), Sunardi lantas turun gunung. Ia susur kampung ke kampung, gang ke gang. Dengan begitu ia hafal dimana “black area” di Tarakan. Sunardi tertantang untuk mencari pendekatan yang pas kepada warga. “Membina lebih susah darpadai menangkap,” tutur Sunardi sambil terkekeh.
Meski perawakan beringas, Sunardi amat dihormati warga. Di Selumit Pantai misalnya, daerah kumuh dengan sampah laut yang menumpuk ini, sudah lama dibina Sunardi. Daerah ini memang santer disebut kampung narkoba. Pelan-pelan, Sunardi menemukan benang merah persoalan.
Kehilangan keteladanan bagi anak-anak muda, menjadi persoalan serius. Terlebih, warga terbiasa dengan lingkungan judi dan narkoba membuat lengkap persoalan. Bersama beberapa kawan, Sunardi menginisiasi Yayasan Assakinah. Yayasan yang bergerak dalam pendidikan cuma-cuma, baik panti asuhan, TK maupun rumah tahfizh.
Sunardi menyasar anak-anak Selumit Pantai. Harapannya, anak-anak ini menjadi lokomotif perubahan, minimal di keluarga mereka. “Masa anaknya bisa ngaji dan sholat, bapak ibunya tidak malu. Semoga dari malu, jadi sadar, jadi belajar, jadi ngaji dan sholat,” ucap Sunardi.
Proses membina warga memang tidak sesederhana yang dibayangkan. Tapi Sunardi memberikan contoh ketekunan dan istiqomah. Kini Selumit Pantai menggeliat. Anak-anak bermetamorfosa lebih baik. Bahkan, sudah ada santri Rumah Tahfizh Selumit Pantai yang sudah khatam 30 Juz. Tanpa terasa, perjuangan Sunardi dan kawan-kawan membuahkan hasil.