"Waktu saya menikah 2007 silam dan menjadi warga Cicadas, Pandeglang, mencari lulusan SMP saja sangat susah. Bahkan, banyak saudara istri saya yang tidak bersekolah," ungkap Agus Nurrahman, seorang guru di SMP Cimanggu, Pandeglang.
Ketika ia menanyakan alasannya, sebagian dari mereka mengeluhkan jarak yang teramat jauh untuk sampai ke sekolah terdekat.
Kepedulian Agus membuatnya merintis TK dan SMP terbuka, namun terobosan ini hanya berjalan beberapa tahun saja. Karena, terpaksa tutup disebabkan sepi peminat.
"Harus ada pembaharuan di kampung ini," gumamnya membulatkan tekad.
Maka, lelaki 35 tahun ini pun kembali membangun sekolah terbuka, bersama rekan-rekannya sesama guru. Dirinya langsung tancap gas dengan mengundang 46 anak-anak untuk belajar bak su asana di majelis.
Seiring berjalannya waktu, dirinya harus terus bertempur melawan segala keterbatasan di kampung Cicadas. Tak jarang, Agus kerap terjun langsung mengajak dan menjemput anak didiknya di rumah mereka.
"Kami melakukannya dari pintu ke pintu, kalau ada anak yang tidak belajar di sekolah terbuka ini, kami cari rumahnya, ditanya kenapa tidak sekolah," ucapnya antusias.
Maka, lanjut ia, adu mulut dengan orang tua sudah tak menjadi hal yang tabu. Karena keinginannya adalah anak-anak mendapat pelajaran di sekolah, sedangkan harapan orang tua kepada anaknya ialah agar mereka bekerja atau menikah.
"Bahkan, ada siswi kelas 2 SMP yang bersikukuh akan dinikahkan oleh orang tuanya," imbuhnya sembari mengelus dada.
Ia menambahkan, contohnya saja kampung sebelah yang bernama Cileuleuy. Di sana, mayoritas warganya adalah lulusan SD. Selesai berseragam merah putih, mereka ikut orang tuanya ke kebun, sawah, menggembala hewan atau menjadi kuli, mirisnya hal seperti itu masing berlangsung hingga saat ini.
Mengatasi hal tersebut, Agus memutar otak untuk dapat mengajak anak-anak agar tetap bersekolah. Ia berkata kepada anak didiknya, "kalau memang kalian mau membantu orang tua, tiga atau lima hari pun, silahkan. Asalkan benar-benar membantu, tapi selesai dari situ segera kembali ke sekolah, belajar !"
Hal ini menjadi kebijakan khusus yang diberikan olehnya dan kawan-kawan. Dalam renungannya, Agus tak henti berpikir untuk memberdayakan anak-anak di kampungnya.
Akhirnya, Alhamdulillah, Agus beserta pejuang lainnya bahu membahu membangun gubuk, untuk dijadikan sebagai sekolah jauh. Gubuk ini dijadikannya seumpama kelas-kelas di sekolah sungguhan, agar anak-anak yang mengeluhkan jauhnya perjalanan ke sekolah tak perlu khawatir. Kelas jauh ini sendiri menginduk ke SD Cijaralang yang berada cukup jauh dari Cicadas.
"Dengan izin Allah dan banyaknya bantuan, tidak sampai satu tahun, kami berhasil membangun SD Cijaralang jauh, di sini," tukasnya berkaca-kaca.
Ketika Allah telah mengtakan "Kun", maka tak ada satu pun makhluk yang mampu mengelak dari-Nya. Inilah yang dirasakan Agus, dari kerja kerasnya ini, ia berhasil meluluskan empat angakatan yang mampu melanjutkan ke jenjang SMA, bahkan beberapa dari mereka menjadi pengajar di Pesantren Baitul Azhar, Cicadas, Pandeglang.
Hanya niat tulus yang selalu ia genggam. "Kami hanya berpatokan kepada tekad untuk memperbaiki generasi muda. Agar tidak sama seperti kami, yang miskin ilmu ini," jelasnya.