Zakat Sedekah Wakaf
×
Masuk
Daftar
×

Menu

Home Tentang Kami Program Laporan Mitra Kami Kabar Daqu Sedekah Barang

Mulai #CeritaBaik Kamu Sekarang

Rekening Zakat Rekening Sedekah Rekening Wakaf

Alamat

Graha Daarul Qur'an
Kawasan Bisnis CBD Ciledug Blok A3 No.21
Jl. Hos Cokroaminoto
Karang Tengah - Tangerang 15157 List kantor cabang

Bantuan

Call Center : 021 7345 3000
SMS/WA Center : 0817 019 8828
Email Center : layanan@pppa.id

Aku Mau Jadi Pesawat

03 November 2016
Image

“Mau jadi pesawat..” , ungkap Riski, santri TPA Darul At-Taqwa, Patuk, Gunungkidul dalam acara training ODOA, Ahad(29/10) lalu, saat ditanya apa cita-citanya.

Riski, nama bocah perempuan mungil berkulit sawo matang itu. Umurnya baru 4 tahunan, belum juga masuk TK. Tapi cita-citanya tinggi betul. Dia mau jadi pesawat. Gelak tawa menyambut kata-kata bocah mungil itu.

“O... jadi pilot ya nak, maksudnya?” Kak Maria, trainer MOQU PPPA Daarul Qur’an, mencoba memperjelas apakah kiranya maksud bocah itu.

Ia menggeleng. “Jadi pesawat”, ungkapnya kekeuh.

“Iya, jadi pilot pesawat. Tak (saya) doakan jadi anak yang sholihah, yang jadi pilot...”

“Nggak mau. Mau jadi pesawat”. Lagi-lagi, Riski menggeleng. Tak mau jadi yang lain, tak mau jadi anak sholihah, pilot, dokter, apapun. Ia hanya mau jadi pesawat.

Bocah itu masih dengan wajah innocent-nya. Kak Maria dan para panitia acara dari KKN UIN Sunan Kalijaga tim 91 hanya terkekeh-kekeh menahan tawa karena lucu.

Riski, bocah itu ingin menjadi pesawat saja. Bukan pilotnya. Bukan pramugarinya. Ia ingin jadi pesawat saja. Mungkin sekilas terdengar lucu, apalagi ini keluar dari seorang bocah yang masih balita. Akan tetapi, jika itu diucapkan oleh orang dewasa, bisa jadi maknanya lain.

Riski patut diacungi dua jempol sekaligus dengan cita-citanya. Ketika yang lain sibuk ingin jadi guru, dokter, tentara, polisi dan apa lah, ia mau jadi pesawat yang bisa terbang. Ia hanya ingin terbang, membubung tinggi, membuka cakrawala, melihat dunia yang luas bersama awan yang “lucu”. Melihat dunia dengan bebas.

Senyum bocah itu kian merekah saat Kak Maria membagi doorprize. Riski tak mau kalah dan segera maju ke depan memenuhi tantangan kak Maria. Ia mulai menghafal surat Ar-Rahman 1-5. Metode ODOA yang diajarkan kak Maria rupanya sangat mudah diterapkan. Meski belum lancar dan cenderung terbata-bata, Riski akhirnya menyelesaikan tantangan menghafal dari trainer. Sebuah sorban khas Arab menjadi kenang-kenangan untuk Riski yang masih balita.

“Siapa mau jadi penghafal Qur’an?”, tanya kak Maria pada seluruh santri.

Riski, tentu saja adalah pertama yang mengangkat tangan karena semangat. Meski dengan tatapan setengah kosong, belum mengerti. Usianya masih sangat belia, bahkan Iqro’ jilid 1 belum pula ia khatam-kan. Namun semangat menghafal itu kiranya sudah muncul dari dalam hatinya. Menjadi memori yang akan terus tumbuh di setiap kali penglihatan dan pendengarannya pada Al-Qur’an.

Semoga. Ini hanya salah satu dari sekilan juta anak-anak Indonesia yang ingin menjadi penghafal Qur’an. Ingin mempersembahkan mahkota dan jubah emas untuk ayah bunda mereka kelak di akhirat. Aamiin. Insyaallah.[]



Nikmati kemudahan informasi terkait program-program Daarul Qur'an melalui email anda