Di tengah hangatnya perbincangan soal calon orang nomor 1 di Jakarta. Terdapat rangkaian doa yang selalu dilayangkan dari balik Gunung Bunder. Tepatnya, di Kp Kukuk Sumpung, Desa Gobang, Rumpin, Bogor.
Sebuah kampung yang ditinggali tidak lebih 150 KK. Mereka tengah berharap do'a-do'anya tersampaikan dan didengar. Perbaikan jalan, sekolah yang laik, hingga hadirnya pusat kesehatan untuk warga.
Karena selama ini, semua itu jauh dari mereka. Bahkan, dipaksa untuk menerima. "Mau bagaimana lagi, adanya ya seperti itu. Kami terima saja," ujar Ketua RT 06/02, Acan sambil mengendari sepeda motornya menuju Kampung Kukuk Sumpung.
Baru dilihat saja, akses yang dilaluinya selama 1 jam itu sudah membuat jantung berdegup kencang. Apalagi, bagi mereka yang baru pertama kali melalui jalan tersebut, seringkali terdengar teriakan dzikir.
Jalan yang setiap harinya digunakan warga ini, berupa jalan setapak dari batu dan semen. Lebarnya pun tak lebih dari 1 meter, sebagian berlubang, sebagian masih tanah. Ditambah, dengan kontur pijakan yang berkelok-kelok serta menanjak. Dan, tebing dengan ketinggian lebih dari 10 meter berada di satu sisinya, tanpa penerangan selain matahari dan bulan.
Setiap warga yang sudah terbiasa pun masih harus berhati-hati, terutama saat musim penghujan datang. Licin, berlumpur dan berbatu menjadi halang rintang setiap jalan. Tak ayal, warga sekitar maupun yang berada di Desa Gobang, memilih untuk tidak melalui jalan tersebut dibandingkan mempertaruhkan nyawa.
Meskipun begitu, lanjut Acan, terkadang harus mengabaikan hal itu. Terutama, saat ada warga yang membutuhkan tenaga medis secepatnya. Tidak dengan motor, berjalan kaki pun dilakukan untuk mengantar ataupun memanggil dokter. Mengingat, hanya ada seorang dukun beranak, bahkan hingga saat ini.
Ia bercerita, "beberapa waktu lalu, ada seorang warganya yang mengalami sakit parah usai melahirkan. Perutnya membesar karena tak bisa buang air kecil maupun besar. Malam itu juga harus kami antar ke dokter dan pas usai hujan pula. Tak ada pilihan lainnya selain menggotongnya."
Anehnya, ini bukan terjadi di pulau terluar maupun di daerah pendalaman. Tapi, Kabupaten Bogor, tepat dipinggiran ibu kota. Malangnya, suara mereka kalah dengan bisingnya kendaraan mewah, tangis dan khawatirnya mereka terendam oleh pembangunan gedung-gedung tinggi.
Bahkan, keberadaan mereka pun tersembunyi dari embel-embel kepentingan masyarakat. Padahal, mereka adalah satu bahagian dari bangsa, negara dan segala hak yang ada di dalamnya.
Kini, hanya isarat mereka kepada Allah Ta'ala yang dapat dilakukan, yaitu doa.