Sejak pagi, tangan gadis belia yang disapa akrab Melan itu sudah penuh dengan lumpur. Bukan tengah asik bermain dengan teman sebayanya. Namun, mencari buku pelajaran, berharap masih ada yang tersisa untuknya.
Melan terdiam, saat mengingat kembali peristiwa semalam. Teriakan "Air naik ! Air Naik !" yang melolong diujung malam pukul 00.00 WIB, seakan masih terdengar nyaring di telinga.
Segera ia melarikan diri bersama mama dan bapaknya ke daerah tinggi. Meninggalkan semua buku-buku dan baju seragam yang dimilikinya. Berharap, air segera surut dan menyelamatkan peralatan sekolahnya.
Namun, apa yang dilihatnya saat fajar datang. Tak ada satupun barang yang dapat diselamatkan. "Semua sudah terbawa banjir besar," lirihnya, sambil mengecek puing-puing di sekitar rumahnya.
Tak hanya rumah Melan, rumah teman-temannya, masjid dan fasilitas umum lainnya pun terendam aliran sungai Cimanuk. Barang-barang lainnya pun raib.
Meskipun begitu, ia tetap ingin percaya ada yang tersisa untuknya. "Alhamdulillah, pak ada buku Melan," teriaknya saat melihat sebuah tas di sekitar puing-puing banjir.
Nampak, beberapa buku pelajaran tersusun rapih di dalam tas. Walau hanya sedikit dan penuh dengan lumpur, ia masih berharap bisa membersihkannya dan dipakai untuk sekolah.
InsyaAllah, melalui program Santri Siaga Bencana (SIGAB) PPPA Daarul Qur'an bersama dengan warga sekitar, akan membuka dapur umum. Menyediakan kebutuhan makanan untuk warga yang mengungsi di kantor desa.
Hingga saat ini, ada sekitar 200 KK mengungsi dan 80 rumah warga terendam dengan kondisi rusak parah, di Jl Rengganis, Kel Paminggir, Garut. Tepat di bantaran sungai Cimanuk. (D/J)