Ia juga melarang pers mengkritik kebijakan pemerintah. Banyak wartawan ditahan atas perintahnya. Bahkan sekitar 70 juru warta dipenggal kepalanya dengan guillotine. Para ulama pun mewariskan ilmunya lewat pena. Misalnya Imam Nawawi Al Bantany dan TM Hazby As Shiddiqy.
Demikian juga para founding fathers negeri ini seperti Mohammad Natsir. Karena itu, untuk memompa semangat para santri dalam menulis, Manajemen Daqu menghadirkan Ahmad Fuady ke tengah 200-an santri dari Daarul Qur'an Tangerang dan Cikarang dalam gelaran bertajuk ‘’Diklat Jurnalistik: Menulis Untuk Bermanfaat’’.
Kegiatan juga diikuti pimpinan Pesantren Tahfidz Daarul Qur'an seperti Ustadz Abdoel Rochimi, Sholehuddin, Jaya Rukmana, dan para pimpinan sekolah beserta dewan guru. Ketua Yayasan Daqu Ustadz Ahmad Jameel MA menyatakan, kegiatan semacam ini sudah lama direncanakan.
‘’Kiat menghadirkan pakar penulis untuk memberi semangat dan motivasi kepada santri Daarul Qur'an sesuai pengalaman dan keilmuannya,†terang Ustadz Jameel. Dalam presentasinya, mantan wartawan Tempo itu juga menayangkan koleksi video dan foto pengalamannya yang sudah mendunia.
Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Jawa Timur ini sempat meminta para peserta menuliskan cita-cita tertinggi masing-masing di secarik kertas. Goresan asa para santri kemudian disimpan oleh pimpinan unit pendidikan masing-masing sebagai dokumen sejarah.
‘’Jangan pernah remehkan impian setinggi apapun,†pesan Fuady kepada para santri. Sesi tanya jawab berlangsung dinamis dan seru. “Saya sudah belajar menulis selama dua minggu dan sudah mendapat 271 halaman. Terus bagaimana biar bisa diterbitkan jadi buku?†ungkap Wirda, santri Daarul Qur'an yang juga putri pertama Ustadz Yusuf Mansur.
Ahmad Fuady kemudian memberikan tips untuk menulis dan menerbitkan tulisan. Dalam amanat penutup acara, Kepala Pendidikan Pesantren Tahfidz Daarul Qur'an Ustadz Abdoel Rochimi mendoakan agar Ahmad Fuady senantiasa sehat dan kuat untuk terus mensyiarkan nilai-nilai kepesantrenan pada masyarakat.
Di sela-sela melayani kerubutan para santri usai sholat dhuhur dan makan siang, Ahmad Fuady mengaku terobati rasa kangennya pada nafas kehidupan pesantren. (UR)