Tak ada kaitanya dengan politik, karena mereka yang pentas di Senayan juga tak sepenuhnya berpikir tentang rakyat jelata. Ketegangan itu, lantaran kebutuhan hidup mendadak melonjak dan matrial bangungan mulai tak terkendali harganya.
Padahal palu putusan kenaikan BBM belum diketok. Tapi, dampak permainan politik BBM telah menyusahkan masyarakat paling bawah. “Tidak jadi kita punya rumah?†selidik Usman Nabunome (40) pada relawan PPPA Daqu, Mujito.
Usman Nabunome, satu dari 50 keluarga yang dapat program Rumah Quran PPPA Daqu. Ia mendambakan punya rumah sejak puluhan tahun silam. Bahkan, sejak ia masih dilahirkan di dalam rumah Ume Kubu (rumah bulat beratap dan dinding ilalang) milik orang tuanya di Atambua. “Kenapa tidak jadi?†tanya Mujito balik.
“Ustad kan lihat harga matrial sudah naik beginiâ€, keluh Usman. “Pak, sama warga semua, Rumah Quran ini jadi dan tidak bukan karena BBM, tapi semua atas kehendak Allah SWT. Jadi tugas kita sekarang, berdoa agar Allah kasih berdiri rumah kitaâ€, tandas Mujito di depan warga.
“Allahu Akbar!†pekik takbir Ustad Syarifudin Nobisa, pendamping lokal menyemangati warga. Andai malam itu, saat sidang paripurna yang menjemukan itu, di OeUe ada televisi, nuansa kegeramannya akan beda.
Sayang, listrik dan jalan belum menembus desa yang dekat dengan perbatasan Atambua dengan Timor Timur itu. Hiruk pikuk BBM hanya terpantau melalui SMS. Tak hanya di pedalam OeUe, risau juga mengaduk-aduk Jakarta. Anggaran rumah yang diputuskan, mendadak berubah.
Naik hampir 40 persen. Relawan di lapangan terus diingatkan, cari jalan keluar agar rumah tetap sesuai standar dan terus berjalan. “Insya Allah kami bersama warga mencari cara, dengan segala upaya agar anggaran yang ada cukup hingga rumah selesaiâ€, terang Mujito melalui telepon.
“Gotong royong dan semangat kami bersama warga akan mengalahkan segala ujian. BBM itu urusan negara, kami hanya berurusan dengan Allah SWT semata. Hanya itu harapan yang kami punyaâ€, tandas Ustad Syarifudin menguatkan semangat Mujito. “Alhamdulillah pondasi rumah sudah terbangun 40 rumah, tinggal 10 rumah lagi. Setelah itu naik rangka.
Untuk hemat anggaran transportasi kami pikul matrial dari jalan raya terdekatâ€, Mujito memberi kabar dua hari lalu. Melihat kegigihan warga OeUe untuk punya rumah layak, memang menggetarkan. Tak peduli hujan, mereka jatuh bangun di atas lumpur, memikul matrial bangunan untuk dibawa hingga lokasi program. Transportasi yang mahal, karena geger kenaikan BBM, disiasati dengan memikul. Saat semangat dan kemandirian bersatu, beban seberat apapun mampu diselesaikan.
“Cara kami demo BBM di pedalaman ya begini. Tapi, gak bisa masuk tvâ€, Mujito terkekeh. Rumah Quran adalah hunian sehat yang layak untuk masyarakat pedalaman, miskin, dan korban bencana alam. Di dalam Rumah Quran dibangun semangat menghafal Al-Quran bagi masyarakat, hingga terwujud satu kawasan bernama Kampung Quran.
Kampung Quran pedalaman NTT, melengkapi aktivitas program PPPA Daarul Quran dalam membangun masyarakat berbasis penghafal Al-Quran. Dengan berbagai kendala medan yang sulit dan harga matrial yang melonjak, Rumah Quran pedalaman NTT, insya Allah akan terwujud dengan kehendak Allah SWT. Sebagaimana diyakini warga OeUe hari ini.