Zakat Sedekah Wakaf
×
Masuk
Daftar
×

Menu

Home Tentang Kami Program Laporan Mitra Kami Kabar Daqu Sedekah Barang

Mulai #CeritaBaik Kamu Sekarang

Rekening Zakat Rekening Sedekah Rekening Wakaf

Alamat

Graha Daarul Qur'an
Kawasan Bisnis CBD Ciledug Blok A3 No.21
Jl. Hos Cokroaminoto
Karang Tengah - Tangerang 15157 List kantor cabang

Bantuan

Call Center : 021 7345 3000
SMS/WA Center : 0817 019 8828
Email Center : layanan@pppa.id

Qurban yang ‘’Sesuatu Banget’’

03 November 2011
Image

Bagaimana tidak. Muhammad Sukemi alias Mbah Kemi, tinggal di sebuah gubuk kecil di Dusun Kembang Kuning, Windusari, Magelang, Jawa Tengah. Di situ pula dia menampung seorang lelaki gelandangan kurang waras. Ditambah seekor kelinci peliharaan yang jinak sangat.

Sehari-hari, Mbah Kemi rajin mengikuti pengajian walau harus berjalan kaki puluhan kilometer ke desa tetangga. Pulangnya, ia biasa dibekali snack pengajian untuk stok di gubuk. Satu kardus snack bisa mengganjal lapar sampai tiga hari. Baginya, tidak ada istilah makanan basi. ‘’Makan yang kecut-kecut malah menyehatkan,’’ katanya tentang rasa makanan kadaluwarsa.

Mbah Kemi diam-diam menyemai harapan untuk suatu saat bisa berqurban. Bukan hanya menjadi penerima daging qurban dari tahun ke tahun.

Asa itu tak pernah padam, hingga ia menyadari kesempatan hidupnya mungkin tinggal menghitung hari. Umurnya sudah 100 tahun lewat. Karena itulah, tercetus keinginannya untuk mengorbankan kelincinya.

Hewan ini memang bukan kambing apalagi sapi. Tapi ia ‘’sesuatu banget’’ baginya hingga dianggap seperti ‘’cucu’’. Ketika Ustadz Anwar Sani membelikannya seekor kambing untuk persiapan qurban tahun berikutnya, Mbah Kemi girang bukan kepalang. Tapi, ia menyadari maut sewaktu-waktu menjemput sebelum Idul Adha tiba.

Maka, dia berwasiat. “Nanti kalau saya mati, kambingnya biar dipotong orang-orang buat mereka yang ngurusi mayit saya,” pesan Mbah Kemi. Tapi karena maut tak kunjung menjemput, Simbah mengubah niat. Kambingnya dipotong buat kurban Idul Adha tahun 2008.

“Kalau tidak bisa ke Mekah, ya motong hewan kurban saja dulu,” kata sang kakek yang ternyata memendam penasaran ingin mengunjungi Baitullah. Hajatnya kemudian terkabul lewat program Sedekah Umroh PPPA Daqu.

Ia diberangkatkan ke Tanah Suci pada Juni 2009. Setahun kemudian, Mbah Kemi tutup usia dengan sesungging senyum puas di bibirnya. Uang Terakhir Suatu hari di tahun 2003, Budi Harta Winata hanya pegang uang Rp 400 ribu. ‘’Mas, sudah lama kita tidak kurban. Ayo tahun ini potong kurban,’’ rengek istrinya, Siti Saodah. Budi garuk-garuk kepala. Habis bagaimana, uang tinggal segitu-gitunya. Dan duit sebesar itu sangat berarti sekali baginya.

Maklum, saat itu Budi tengah merangkaki usaha baru yakni tukang las keliling. Sebelumnya, pada tahun 1990-an, ia sudah menjadi orang kedua di sebuah perusahaan kontraktor di Jakarta dengan gaji lumayan tinggi. Namun ambisi mendapat penghasilan lebih tinggi dalam dolar, membuatnya cabut dari pekerjaan untuk berangkat keluar negeri. ‘’Saya bermaksud jadi TKI ke Belanda,’’ kenang pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, berusia 35 tahun ini.

Sukses kakak dan sejumlah lelaki asal sekampungnya, Palopo, Sulawesi, di luar negeri, ternyata tak diraih Budi. Ia terdampar di sebuah perusahaan illegal logging di Malaysia. Pekerjaannya, mengangkuti kayu gelap dari Kalimantan ke Malaysia.

‘’Ini sih pekerjaan maling,’’ Budi tersadar. Ia lalu nekad kabur. ‘’Tanpa uang sepeser pun, saya kabur dari perusahaan menuju agen penyalur saya. Dengan mengancam akan membongkar mafia illegal logging itu, akhirnya saya dipulangkan ke Indonesia,’’ tutur Budi sambil tertawa.

Dalam kapal yang membawanya pulang itulah Budi menyadari telah lalai mensyukuri nikmat Allah SWT. Sudah mendapat pekerjaan enak di Tanah Air, tapi masih memburu impian yang jauh. ‘’Ya Allah, mulai sekarang hamba akan mensyukuri berapapun yang Kau berikan,’’ janji Budi dalam hati.

Kembali ke Tanah Air, ia meniti karier dari bawah lagi sebagai drafter (juru gambar teknik). Gajinya cuma seperlima dari gaji terakhirnya di perusahaan sejenis. Tapi ia punya usaha jasa las sendiri.

Melihat peluang usahanya, Budi lalu memutuskan berhenti bekerja. Dengan modal peralatan las dan sebuah mobil pick up butut, Budi berkeliling melayani jasa las besi. Penghasilannya, tak tentu. Karena itu, Rp 400 ribu baginya ‘’sesuatu banget’’.

Tapi demi cinta pada istri, ia bersedia mengorbankan duit terakhir itu untuk membeli hewan kurban.

‘’Aku cuma punya Rp 400 ribu ini, Dik. Kamu carilah tambahannya biar kita bisa motong kambing kurban,’’ Budi mengangsurkan uang pada sang istri. Subhanallah, sepekan kemudian, Budi mendapat order senilai Rp 40 juta. Sebuah nilai pekerjaan yang paling fantastis buat ukuran usahanya saat itu. ‘’Ini pasti berkah pengorbanan,’’ yakin Budi.

Sejak saat itu, Budi yang kini Direktur CV Artha Mas Graha Andalan, Cikarang, Jawa Barat, selalu ‘’memancing’’ rejeki dengan bersedekah sebesar 10% dari penghasilannya. ‘’Alhamdulillah, dengan mengamalkan sedekah, usaha saya terus berkembang,’’ ayah dari Ananta Nugraha (9) dan Hiraita Genta (1,5) ini bersyukur.

 



Nikmati kemudahan informasi terkait program-program Daarul Qur'an melalui email anda